Internet sebagai media informasi masa kini telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, baik sebagai sarana pendidikan, hiburan, komunikasi, informasi, berekspresi maupun sebagai sarana bersosialisasi di antara teman, kerabat hingga di antara anggota masyarakat lainnya secara cepat dan mudah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan pengguna internet dan pertumbuhan jumlah anggota yang cukup pesat pada situs-situs jejaring sosial, blog, forum diskusi hingga pada situs-situs berita dari waktu ke waktu.
Permasalahan dalam praktik, ternyata internet tidak hanya membantu menyelesaikan permasalahan yang ada secara cepat dan mudah, tetapi ternyata dengan media internet banyak juga masyarakat yang dengan cepat dan mudah menjadi pesakitan di meja hijau akibat tersandung masalah hukum dan sosial. Seperti kasus yang telah dialami oleh seorang pelajar di Bogor yang telah melakukan update status di situs jejaring sosial Facebook, yang isi statusnya dianggap mencemarkan nama baik pengguna Facebook lainnya pada 30 Juni 2009 dan kasus yang dialami oleh seorang Account Executive Equity yang mengirimkan e-mail kewaspadaan kepada beberapa kliennya mengenai informasi kesulitan likuiditas yang kemungkinan dialami oleh beberapa bank di pasar pada November 2008.
Penyebaran informasi yang diawali dengan dasar niat baik untuk membagi informasi yang berisi kewaspadaan kepada anggota masyarakat lainnya melalui media massa dan E-mail, yang secara etika dan kebebasan berekspresi dibenarkan, meskipun menurut UU tentang informasi dan transaksi elektronik dianggap sebagai pelanggaran. Ketakutan masyarakat ini, sangat dirasakan oleh penulis dan rekan-rekan penulis yang banyak menerima pertanyaan dari beberapa anggota masyarakat mengenai batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam menggunakan internet. Seperti, bagaimana caranya memberitahukan informasi berharga kepada teman, kerabat atau anggota masyarakat yang lain untuk mewaspadai sesuatu hal, tetapi tidak terjerat masalah hukum penghinaan atau pencemaran nama baik?
Sebenarnya kita tidak perlu terlalu merasa takut mengenai UU no. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, karena kita dapat menghindari dan menyiasati pasal-pasal karet yang dapat menjadi bumerang bagi kita sendiri sebagai berikut:
- Tidak menyebutkan suatu nama atau identitas orang, badan hukum, institusi, organisasi atau lembaga tertentu dalam menyoroti suatu masalah, tetapi cukup dengan memberikan gambaran umum yang dimaksud. Seperti, kita cukup menyebutkan “Sebuah Rumah Sakit swasta di wilayah Bandung utara”, tanpa nama atau ciri-ciri khusus tertentu.
- Fokuskan informasi pada sebab dan akibat permasalahan yang telah dialami oleh kita dan mungkin juga akan dihadapi oleh anggota masyarakat yang lain, apabila menggunakan jasa atau produk tertentu yang serupa. Seperti, “mengapa bekerja tidak profesional”, “mengapa barang tersebut cepat rusak” atau “mengapa pelayanannya sangat tidak memuaskan”.
- Berikan inisial dengan huruf atau angka tertentu untuk menggambarkan nama, identitas atau merek tertentu yang menjadi objek permasalahan. Seperti, gunakan huruf XXXXXX atau KCW untuk mengganti produk dengan merek “Kecewa”.
- Gunakan kata atau kalimat yang baik, tidak kasar, tidak memiliki makna ganda yang buruk, tetapi tetap fokus pada objek permasalahannya. Seperti, tidak menggunakan kata-kata “info-tai-men”, “kedok-ter” atau “par-tai”.
- Berikan catatan pada informasi yang telah kita tulis, bahwa “nama, identitas, jasa atau produk yang dimaksud, dapat menghubungi kita langsung melalui telepon, SMS, Chating atau media lain yang lebih bersifat pribadi dan tidak mudah tersebar dengan jelas”, sehingga informasi yang disampaikan tidak menunjuk pada suatu perbuatan penghinaan atau pencemaran nama baik dan informasi yang telah disampaikan dapat langsung ditujukan kepada orang-orang yang memang sedang benar membutuhkannya.
Meninjau secara hukum, maka UU no. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (khususnya Pasal 27 ayat 3, 36 dan Pasal 45) yang menjelaskan bahwa, setiap orang yang dengan sengaja, tanpa hak dan melawan hukum mendistribusikan, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik, dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik, dapat dipidana dengan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 1,000,000,000. Selain itu, apabila meninjau KUHP Pasal 310, 311 dan Pasal 313 yang menjelaskan, setiap orang yang sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan tujuan untuk diketahui oleh umum, baik dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka dapat diancam karena pencemaran nama baik dengan pidana penjara 1 tahun 4 bulan atau pidana denda Rp. 4,500, berdasarkan atas pengaduan pihak yang merasa dirugikan atau dicemarkan nama baiknya. Walaupun demikian, tidak disebut sebagai perbuatan pencemaran nama baik, apabila perbuatan tersebut dilakukan demi ”kepentingan umum” atau karena untuk melakukan ”pembelaan diri”.
Di sisi lain, hukum-hukum yang berlaku tidak memberikan batasan yang jelas dan tegas mengenai “kepentingan umum”, “pembelaan diri yang terpaksa”, “perbuatan penghinaan” atau “perbuatan pencemaran nama baik”, seperti perbuatan apakah yang dapat digolongkan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik yang dapat dipersalahkan kepada para pelaku, sehingga penghinaan atau pencemaran nama baik dapat memberikan kesempatan untuk digunakan bagi pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk ”menutupi” atau ”membungkam” kesalahan, kritik atau keluhan yang memiliki nilai kebenaran, yang sebenarnya dapat sangat membantu masyarakat agar terhindar dari permasalahan yang serupa. Hal ini dapat disebabkan, karena adanya perbedaan pandangan diantara nilai-nilai etika dan kebebasan berekspresi di masyarakat dengan perbedaan pandangan diantara hukum yang berlaku itu sendiri.
* Penulis : Rizky Harta Cipta, S.H., M.H, Advokat dari kantor hukum Harta Cipta & Partners, © Copyright hukumpositif.com