Perkembangan media masa cetak dan elektronik yang telah berkembang dengan cepat pada saat ini, telah dijadikan sarana yang sangat tepat bagi para pelaku usaha dalam rangka memperkenalkan produk dan jasa yang dihasilkannya kepada masyarakat luas. Tentu saja, para pelaku usaha produk dan/atau periklanan, harus melakukan serbuan-serbuan informasi yang menarik, yang dapat ”memikat” hati masyarakat. Hal ini memang mau tak mau harus dilakukan karena para pelaku usaha harus saling ”bersaing” untuk memperebutkan hati masyarakat, dari ”gempuran” iklan dan promosi yang ditawarkan oleh para pesaingnya.
Memang suatu hal yang wajar-wajar saja, apabila iklan-iklan yang ditampilkan melalui media massa cetak dan elektronik merupakan iklan-iklan yang cenderung bersifat agresif dan cenderung bersifat mendramatisir sebuah produk dan jasa yang mereka tawarkan. Walaupun demikian, tetap saja para pelaku usaha barang dan para pelaku usaha periklanan tidak boleh membuat iklan-iklan yang bersifat menyesatkan, membiaskan, dan membahayakan para penggunanya.
Permasalahan dalam praktik terjadi ketika iklan-iklan yang ditampilkan di media massa telah secara jelas-jelas melakukan tindakan penyesatan-penyesatan terhadap masyarakat yang dapat membahayakan dan merugikan masyarakat yang menggunakannya. Hal ini sangat jelas terasa, apabila kita melihat beberapa iklan yang telah beredar di masyarakat. Seperti, iklan obat anti nyamuk semprot dan bakar yang memiliki kesegaran aroma wangi-wangian yang seolah-olah dapat dengan bebas dan aman untuk dihirup, hingga iklan obat anti nyamuk lotion yang menghaluskan kulit yang seolah-olah dapat digunakan sebagai pelembab dan perawat kulit.
Ironisnya, iklan-iklan yang cenderung menyesatkan dan membahayakan, ternyata telah diserap secara langsung oleh sebagian masyarakat, khususnya oleh anak-anak. Hal ini telah dialami oleh beberapa anak rekan penulis, yang langsung dengan sengaja menghirup kesegaran obat anti nyamuk yang baru saja disemprotkan oleh orang tuanya untuk mengusir nyamuk dan serangga. Lebih tragisnya, obat anti nyamuk tersebut ternyata sering dijadikan sebagai pengharum ruangan, pengganti parfum ruangan yang lebih aman untuk dihirup.
Tentu saja, iklan-iklan yang menarik dan meyakinkan, dapat memberikan suatu kesan, bahwa produk-produk yang telah diiklankan secara meluas ke masyarakat memiliki tingkat keamanan yang telah terjamin. Padahal, apabila meninjau pada beberapa kasus di waktu lalu, yang menduga beberapa obat anti nyamuk memiliki zat berbahaya yang dapat merusak sistem syaraf dan juga kanker paru-paru, karena obat anti nyamuk tersebut memiliki zat yang bernama propoxur, transfluthrin, atau dichlorvos (DDVP), yang merupakan zat turunan chlorine yang sejak lama telah dinyatakan berbahaya dan dilarang penggunaannya secara bebas. Selain itu, tentu saja setiap obat anti nyamuk telah diciptakan dengan zat racun pembunuh serangga, sehingga kesegaran wangi obat anti nyamuk masih tetap saja sangat berbahaya untuk dihirup oleh manusia.
Contoh lain, adalah iklan lotion penolak nyamuk yang mengklaim dapat memberikan kehalusan kulit, karena mengandung vitamin E dan aloe vera. Padahal apabila meninjau kandungan yang dimiliki oleh lotion penolak nyamuk, maka dalam lotion penolak nyamuk terkandung racun yang dinamakan Diethyltoluamide (DEET) yang merupakan zat yang memiliki sifat korosif. Hal ini dapat dibuktikan dengan meletakan lotion anti nyamuk dalam wadah plastik, PVC, atau besi, karena dalam waktu beberapa minggu, wadah yang terbuat dari bahan-bahan tersebut akan mengalami pengikisan (korosit), yang dapat dilihat secara mudah oleh panca indra yang kita miliki.
Apabila meninjau pada UU no. 8 Tahun 1999 sebagai hukum perlindungan konsumen yang berlaku, maka setiap pengusaha dilarang untuk mempromosikan dan mengiklankan barang dan jasa secara tidak benar atau seolah-olah benar, dengan menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tertentu, tanpa keterangan yang lengkap dan jelas. Selain itu, pengusaha juga dilarang mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan, mengenai bahaya penggunaan barang yang diproduksi dan diiklankannya (Pasal 9-10).
Lebih jauh lagi, kesalahan terhadap iklan-iklan yang cenderung menyesatkan dan membahayakan konsumen, dapat dibebankan juga kepada perusahaan periklanan yang bersangkutan, karena dalam Pasal 17 dan Pasal 20 UU perlindungan konsumen, telah menjelaskan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa, selain tidak memuat informasi yang cukup jelas mengenai risiko yang diakibatkan karena, penggunaan barang dan/atau jasa yang bersangkutan. Walaupun demikian, khusus pelaku usaha yang melakukan kegiatan produksi dan pengelolaan barang, akan dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen, apabila cacat yang diakibatkan, lahir setelah diikutinya standar ketentuan mengenai produksi dan pengelolaan barang, atau diakibatkan karena kelalaian yang dilakukan oleh konsumen itu sendiri (Pasal 27).
Terlepas dari kewajiban-kewajiban yang sebenarnya harus dilakukan oleh para pengusaha barang dan periklanan, sebaiknya sebagai masyarakat, kita harus terus menambah wawasan, agar dapat mengetahui secara jelas mengenai setiap fungsi, kandungan, hingga mengenai cara-cara penggunaan barang yang akan digunakan, sebagai langkah pencegahan dalam menghadapi ”gempuran” iklan-iklan yang ”menyesatkan” masyarakat.
* Artikel ini telah dimuat pada surat kabar Kompas edisi Jawa Barat pada tanggal 22 Januari 2009 yang ditulis oleh Rizky Harta Cipta, S.H., M.H.