19
Oct

MENGHADAPI PEREDARAN HANDPHONE BLACK MARKET YANG TELAH MENGHAWATIRKAN*

Posted: October 19, 2015 By: hartaciptapartners@gmail.com Category: Legal Articles Comment: 0

Dalam kemajuan teknologi handphone dewasa ini, telah menempatkan handphone sebagai perangkat komunikasi yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat  masa kini. Oleh karena itu, penjualan dan peredaran handphone dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar. Salah satunya, dapat dibuktikan dengan beberapa handphone yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat (GSM dan CDMA).

 

Besarnya daya serap pasar terhadap handphone di Indonesia, telah memberikan banyak kesempatan bagi para distributor handphone untuk saling bersaing menyalurkan dan memasarkan handphone yang telah diproduksi oleh para produsen ke dalam  pangsa pasar dalam negeri (masyarakat). Tentu saja, hal ini telah menciptakan suatu persaingan yang tinggi bagi para distributor handphone, sehingga beberapa pengusaha distributor yang tidak mampu bersaing secara “sehat”, melakukan pendistribusian handphone secara “illegal”, seperti mendistribusikan handphone-handphone dengan cara menghindari pajak. Cara ini, dapat memberikan “manfaat” bagi distributor dalam melakukan “penetrasi” pasar handphone ke dalam masyarakat dengan cepat, mudah dan murah, tanpa  mengurangi “keuntungan” yang diperoleh oleh para distributor itu sendiri.

 

Secara umum, handphone “selundupan” atau yang dikenal oleh masyarakat sebagai handphone ”Black Market”, sangat berbeda dengan handphone “Resmi” atau disebut juga sebagai handphone “Legal”, karena, handphone “Black Market” pada hakikatnya merupakan handphone yang sengaja diselundupkan ke dalam negeri dengan cara menghindari sistem perpajakan Negara. Sedangkan handphone “Legal” merupakan handphone yang didistribusikan melalui distributor resmi yang memiliki kerja sama penjualan atau pasca penjualan dengan produsen handphone, serta telah memenuhi standar minimum yang telah ditentukan oleh Pemerintah.

 

Berbeda lagi dengan jenis handphone “Refurbished” yang merupakan handphone bekas yang diperbaiki dan diperbaharui, sehingga handphone tersebut, seolah-olah menjadi handphone baru dengan status “Black Market” atau handphone dengan status “Legal”.

 

Permasalahan di masyarakat lahir ketika, pembeli tidak mengetahui dan memahami, bahwa handphone yang dibeli merupakan handphone “Black Market” atau handphone “Legal”. Hal ini lebih diperparah dengan oknum penjual yang tidak memberikan penjelasan yang cukup terhadap para calon pembeli mengenai handphone “Black Market” handphone “Legal” atau handphone “Refurbished” yang akan dipilih oleh para calon pembeli.

 

Permasalahan di atas pernah dialami oleh rekan-rekan penulis, ketika membeli handphone Nokia 9300, Nokia 9300I, Nokia 6016 hingga Nokia XXXX. Handphone-handphone tersebut ternyata merupakan handphone “Black Market” dan beberapa diantaranya merupakan handphone “Refurbished”. Hal ini, diketahui setelah handphone tersebut mengalami kerusakan, yang kemudian dibawa ke service center handphone bersangkutan. Ternyata, service center dari produk handphone tersebut mengenakan “denda” pada pemilik handphone tersebut, dengan alasan handphone tersebut merupakan handphone “Black Market”.

 

Sebenarnya, untuk membedakan handphone “Black Market” yang beredar tidak terlalu sulit, karena pada umumnya, handphone- handphone “Black Market” memiliki karakteristik-karakteristik yang mudah dikenali secara umum. Seperti :

  1. Nomor seri IMEI (International Mobile Equipment Identity), karena handphone ”Black Market” pada umumnya dikirimkan dengan tanpa kardus yang dicetak sesuai nomor IMEI masing-masing handphone. Selain itu, nomor IMEI pada umumnya dapat memberikan identitas Negara tujuan pendistribusian handphone.

Untuk mengetahui masing-masing nomor seri IMEI, maka kita dapat menekan *#06# (standar internasional GSM) dan *3001#12345# (standar internasional CDMA) yang diikuti dengan menekan tombol Ok. Nomor IMEI ini, terdiri atas sejumlah digit serial number yang unik, yang tidak sama antara handphone satu dengan handphone yang lainnya.

  1. Layanan pasca penjualan (garansi), karena garansi merupakan jaminan dari pihak distributor kepada para konsumen mengenai kualitas handphone yang digunakan. Apabila handphone yang akan dibeli memiliki layanan garansi Principal. Seperti garansi Nokia, garansi Sony Ericson , atau garansi Samsung, maka handphone yang dijual merupakan handphone “Resmi” (Legal). Sedangkan apabila handphone yang akan dibeli memiliki layanan pasca penjualan (garansi) “Distributor” atau garansi “Toko”, maka handphone yang dijual merupakan handphone “Black Market” (Illegal).

Layanan pasca penjualan (garansi) yang ”Resmi”, secara fisik pada umumnya ditandai dengan stiker segel distributor resmi yang melekat pada handphone dan melekat pada dus-nya, seperti Nokia Indonesia dan LG Elektronik Indonesia. Selain itu, handphone- handphone “Black Market” pada umumnya memiliki dus handphone yang kurang baik dibandingkan dengan dus handphone “resmi”, selain buku panduan yang tidak ditulis ke dalam Bahasa Indonesia.

 

Perlu diketahui, bahwa sebenarnya kualitas handphone- handphone dengan status “Black Market” memiliki kualitas yang sama dengan handphone- handphone yang dipasarkan dengan status “Resmi”. Hanya saja, handphone dengan status “Black Market” dipasarkan dengan harga lebih “Murah” dengan “Resiko” tidak mendapatkan layanan pasca penjualan yang memuaskan ketika handphone yang dibeli mengalami permasalahan teknis (kerusakan).

 

Meninjau hukum yang berlaku dari pandangan perlindungan konsumen terkait dengan status handphone “Black Market”, sebenarnya keberadaan handphone “Black Market”, telah berlawanan dengan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, karena pada hakikatnya konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang digunakannya (Pasal 4). Walaupun demikian, setiap konsumen harus memiliki itikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa, karena salah satu perlindungan konsumen, ditujukan untuk dapat mengangkat harkat dan martabat konsumen itu sendiri, dengan cara menghindarkannya dari dampak buruk dari pemakaian barang dan/atau jasa, selain menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen yang dapat menumbuhkan sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha (Pasal 2-3). Selaras dengan hal ini, , Pasal 7 telah menegaskan bahwa, “Penjual harus memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.

 

Lebih jauh lagi, apabila kita meninjau peredaran handphone “Black Market” di masyarakat, maka peredaran handphone “Black Market” tidak hanya bertentangan dengan hukum yang terkait dengan perlindungan konsumen, karena apabila kita meninjau pada UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 32, maka telah menjelaskan bahwa, perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan, diperdagangkan serta digunakan di dalam negeri,  harus memenuhi persyaratan teknis dan izin yang ditentukan.

 

Terlepas dari keuntungan, kerugian dan peredaran handphone- handphone “Black Market” yang semakin meluas, maka yang terpenting ialah pengetahuan dan kesadaran yang cukup dalam memilih, membeli dan mempergunakan handphone yang sesuai dengan  kebutuhan kita masing-masing.

 

* Artikel ini telah dimuat di Surat Kabar Kompas edisi Jawa Barat Tanggal 27 Oktober 2008, yang ditulis oleh Rizky Harta Cipta, S.H., M.H.

Share this post

Leave a Comment

Your email address will not be published.