Keberadaan internet yang meluas di masyarakat pada saat ini, telah memberikan “kemudahan” yang luar biasa bagi setiap orang untuk berbelanja barang dan jasa yang mereka butuhkan secara online di dunia maya. Tentu saja segala kelebihan yang ditawarkan dalam berbelanja secara online, tidak dapat begitu saja terbebas dari “gangguan” dalam bentuk tindak kejahatan teknologi yang dapat berakibat merugikan masyarakat yang berbelanja secara online.
Permasalahan dalam praktik adalah ketika barang dan jasa yang akan dibeli ternyata tidak sesuai dengan kriteria yang dicantumkan, barang yang dipesan tidak juga kunjung datang, uang yang telah dikirim ternyata hilang entah kemana, hingga situs dan penjual barang dan jasa yang dimaksud ternyata mendadak hilang tak dapat diakses setelah melakukan pembayaran. Hal ini sering terjadi pada beberapa orang yang telah membeli barang-barang yang dibeli secara online melalui beberapa situs lokal, ternyata tidak diterima, padahal mereka telah melakukan pembayaran tunai melalui ATM dan melakukan semua prosedur pemesanan (order) pseperti yang telah ditentukan pada situs yang bersangkutan. Mungkin saja, ada yang salah dalam cara “mencermati” kesungguhan penjual dan situs yang menawarkan barang dan jasa yang menarik untuk dibeli oleh masyarakat.
Sebenarnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan “sebelum”, “ketika” dan “setelah” melakukan pemesanan (order) barang secara online, baik dari situs lokal maupun dari situs luar negeri. Berikut beberapa tips yang harus selalu diperhatikan, pada saat berbelanja barang dan jasa secara online :
- Usahakan barang dan jasa yang ditawarkan bukan berasal dari situs-situs yang berisi kumpulan iklan “gratisan”, yang memungkinkan siapapun penjual bohongan (fiktif) menawarkan produk dan kabur secara “mudah”, “instan” dan “gratis”.
- Pastikan situs yang digunakan merupakan situs yang hanya “dimiliki” oleh perusahaan penjual dan “digunakan” untuk menawarkan produk yang dimilikinya, sehingga bukan merupakan situs umum yang dijadikan media promosi.
- Pastikan alamat situs (URL) penjual telah “diketik” secara benar dan bukan berasal dari meng-klik link URL dari blog, e-mail atau orang lain dan situs-situs lain yang tidak dikenal dengan maksud mengarahkan ke situs yang asli tapi palsu ( kejahatan phising).
- Pastikan situs penjual cukup “dikenal” dan “tidak bermasalah”, dengan cara mencari nama situs tersebut pada mesin pencarian. Seperti, pada situs pencarian Google dan situs pencarian Yahoo.
- Pastikan mereka “mencantumkan” alamat kantor/rumah atau toko secara lengkap, mencantumkan nomor telepon kantor/rumah yang jelas (bukan hanya nomor telepon seluler), mencantumkan nomor rekening bank berikut nama pemilik rekening dan alamat kedudukan bank, serta mencantumkan akun email yang sesuai dengan nama situs yang dimilikinya.
- Pastikan situs penjual “aman” dari pencurian dan pengubahan data pribadi oleh para pelaku kejahatan, pada saat melakukan pengisian formulir pemesanan dengan cara memastikan huruf “S” melekat pada URL “http” menjadi “https” yang ditandai dengan simbol gembok kecil di pojok kanan bawah browser monitor.
- Usahakan “pembayaran” tidak dilakukan melalui kartu kredit atau melalui debit yang mengharuskan pembeli memasukan nomor dan data kartu pada formulir pembayaran, tetapi lakukanlah pembayaran dengan cara setor tunai kepada bank yang ditentukan, melakukan transfer melalui ATM, mobile banking, internet banking, atau melakukan pembayaran melalui pihak ketiga, seperti pembayaran melalui Paypal dan E-Gold.
Perlu diketahui bahwa komunikasi secara intensif melalui telepon, SMS, chatting, dan melalui E-mail dengan pihak penjual, sangat penting dilakukan pada saat “sebelum” dan “setelah” melakukan pembayaran, untuk menilai profesionalitas dan tanggung jawab dari pihak penjual tersebut.
Apabila meninjau pada hukum yang berlaku di Indonesia, maka para penjual bohongan (fiktif) dalam kegiatan perdagangan secara online, selain dapat dijerat dengan Pasal 263, 362 dan Pasal 372 KUHP dengan ancaman penjara selama 6 tahun, maka para penjual fiktif, juga dapat dijerat Pasal 28 UU No. 11 tahun 2008 tentang transaksi elektronik, serta Pasal 8 dan Pasal 9 UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dengan ancaman penjara selama 5 hingga 6 tahun atau denda 1 hingga 2 milyar Rupiah. Oleh karena itu, bagi para pedagang online, diharapkan tidak melakukan bentuk-bentuk tindak kejahatan penjualan fiktif dalam transaksi elektronik, sedangkan bagi setiap konsumen dan masyarakat, harus tetap “cermat” dan tetap “berhati-hati” dalam memilih situs-situs terpecaya untuk melakukan pembelian barang dan jasa yang diinginkan.
* Penulis : Rizky Harta Cipta, S.H., M.H, Advokat dari kantor hukum Harta Cipta & Partners, © Copyright hukumpositif.com